KILAS SEJARAH LANUD SOEWONDO
Masa
Perjuangan Kemerdekaan
Kekalahan bala tentara Jepang terhadap kedahsyatan
pasukan Sekutu di seluruh Republik pada tahun 1945 telah membuat kocar-kacir
unit-unit pasukannya. Begitu juga dengan unit tentara udaranya di Polonia Medan
yang juga tak luput dari bombardir pesawat-pesawat sekutu. Kesempatan ini
dimanfaatkan oleh Letnan Khasmir untuk membentuk Bala Tentara Udara Republik di
Polonia. Bala Tentara Udara ini bertugas untuk merampas senjata-senjata dan
suku cadang pesawat milik Jepang yang tersimpan di gudang-gudang Poloniauntuk
dimanfaatkan TKR udara. Selanjutnya Khasmir membentuk TKR Udara Berastagi.
Sementara di bekas lapangan udara milik Jepang di desa Padang Cermin Kabupaten
Langkat 40 km dari Medan telah pula terbentuk TKR Udara Padang Cermin dibawah
pimpinan Kapten Abdul Karim Saleh, yang kemudian lapangan terbang ini sempat
menjadi pusat AURI di Sumatera Timur pada
tahun 1946 diawal terbentuknya Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI).
Penyerahan
Belanda Kepada Republik
Seperti semua Pangkalan Udara lain pada saat setelah
Belanda takluk kepada pemerintah Republik Indonesia belum sepenuhnya mereka
serahkan kepada Tentara Republik, demikian juga dengan Pangkalan Udara Polonia
Medan. Baru pada tanggal 18 April 1950 “Militaire Luuchtvaart” Kerajaan Belanda
dengan diwakili tiga perwiranya, dua diantaranya adalah Kapten Benjamin dan
Kapten Sthud menyerahkan kepada pemerintah RI yang diwakili oleh Kapten Udara
Mulyono sebagai Komandan Lanud Medan yang pertama. Penyerahan dilaksanakan
dengan upacara militer yang dihadiri oleh seluruh anggota AURI yang ada di
Sumatera Utara dan Aceh bertempat di depan Markas Lanud Medan.
Setelah serahterima Lanud Medan dari Kerajaan Belanda ke
Angkatan Udara Republik Indonesia maka dimulailah pengoperasian Lanud Medan
yaitu dengan datangnya deploy pesawat-pesawat AURI seperti Mustang, Harvard dan
lain-lain. Komandan Lanud Medan Kapten Udara Mulyono sendiri ikut menerbangkan
pesawat-pesawat Mustang yang standby du Lanud Medan.
Tidak berapa lama kemudian pada tahun 1951 untuk
melengkapi struktur organisasi Pangkalan Udara Medan, sekaligus antisipasi
kemungkinan ancaman terhadap Pangkalan maka dibentuklah Batalyon PGT pertama di
Medan yaitu Batalyon Tempur C PGT Medan, dan yang menjabat sebagai Komandan
Batalyon adalah LU I Yatiman.
Pemberontakan
PRRI Nainggolan
Masa pemberontakan PRRI di Sumatera khususnya di kota
Medan pada tahun 1957 juga tidak terlepas dari perjalanan sejarah keberadaan
Lanud Medan, hal itu terbukti dengan dijadikannya Lanud Medan sebagai sasaran
tembakan senjata lengkung pemberontak. Tidak kurang tiga lubang bekas jatuhnya
peluru hampir melubangi landasan dan satunya jatuh di sebelah kanan pegawai
sipil persenjataan atau lebih kurang sepuluh meter dari gudang senjata namun
peluru tidak meledak. Untungnya lagi saat sebelum terjadinya serangan, para
penerbang telah terlebih dahulu menerbangkan pesawat-pesawatnya meninggalkan
Medan.
Serangan yang dilakukan pemberontak hanya dengan
penembakan senjata lengkung tanpa ada upaya dari mereka untuk mencoba masuk ke
areal Lanud, hal ini dikarenakan sebelumnya pemberontak sudah mengetahui bahwa
areal Lanud dijaga oleh Pasukan Pertahanan Pangkalan yang sangat militan dan
akan sulit menembusnya. “Silakan pemberontak masuk pangkalan...!!! akan saya
habisi mereka.” Demikian teriakan yang dilontarkan oleh Letnan Harizt perwira
Belanda yang tidak mau kembali ke tanah airnya dan lebih memilih bergabung
dengan AURI sebagai Pasukan Pertahanan Pangkalan, sekarang jejaknya diteruskan
oleh putrinya Hendrica menjadi penerbang TNI AU. Teriakan itu dilakukan sambil
menenteng 12,7 ditangannya (dituturkan kembali oleh Bapak Rajha Gobhal mantan
pegawai Miltaere Luchtvaart-Angkatan Udara Belanda)
Sehari setelah terjadinya serangan pemberontak ke Lanud
Medan keesokan paginya dilaksanakan serangan balasan oleh AURI dengan
membombardir tempat pengunduran pasukan pemberontak di jalan Binjai Stasion
pemancar RRI dengan tiga pesawat Mustang yang salah satu penerbangnya adalah
Letnan Udara II Suwondo. Pasukan pemberontak dibawah pimpinan Letkol Nainggolan
akhirnya lari menuju daerah Tapanuli bergabung dengan pemberontak lainnya di
Sumatera Barat dibawah pimpinan Ahmad Husein. Siangnya, Suwondo pada periode
kedua terbang melakukan pengejaran. Namun naas karena terbang terlalu rendah
pesawatnya tertembak oleh anak buah Nainggolan di desa Tangga Batu Tapanuli,
Suwondo gugur. Sebelum jenazah dijemput oleh anggota AURI dari Lanud Medan,
anak buah Nainggolan menyempatkan melakukan penghormatan militer kepada
Almarhum Suwondo. (diceritakan kembali oleh Bapak Amat Tasri personel Lanud
Medan yang ikut menjemput jenazah dan reruntuhan pesawat dari lokasi jatuhnya
pesawat).
Untuk mengenang jasa Almarhum Letnan Udara II Suwondo
namanya diabadikan menjadi nama komplek perumahan TNI Angkatan Udara Suwondo
yang ada di Polonia Medan.
Pasca
Likuidasi Organisasi
Setelah likuidasi organisasi, Pangkalan TNI Angkatan Udara
Medan dijadikan Pangkalan Operasi dibawah jajaran Komando Operasi TNI Angkatan
Udara I yang berkedudukan di Jakarta. Pada era ini Lanud Medan telah dijadikan
sebagai Pangkalan tempat pelaksanaan latihan bersama dengan negara-negara
tetangga sewawasan, dan pada era ini juga Pangkalan TNI Angkatan Udara Medan
diresmikan oleh Menhankam Pangab yang saat itu dijabat oleh Jenderal TNI M.
Yusuf sebagai tempat dislokasi satuan tempur udara pesawat “A-4 Skyhawk”.
Berlanjut terus sampai kemudian kedatangan pesawat-pesawat
tempur baru menyusun kekuatan baru dijajaran Koopsau I. Sejak ditempatkannya
pesawat Hawk di Skadron udara 12 Lanud Pekanbaru dan Skadron Udara 1 Lanud
Supadio Pontianak, Lanud Medan tidak lagi dijadikan Pangkalan Udara tempat
pelaksanaan Latihan Bersama.
1 komentar:
Heran kenapa tidak memakai nama-nama tokoh setempat?? Suatu saat dan pasti negara ini akan terpecah belah.
Posting Komentar