Rabu, 05 Oktober 2011

KILAS SEJARAH LANUD SOEWONDO


KILAS SEJARAH LANUD SOEWONDO

Masa Perjuangan Kemerdekaan
Kekalahan bala tentara Jepang terhadap kedahsyatan pasukan Sekutu di seluruh Republik pada tahun 1945 telah membuat kocar-kacir unit-unit pasukannya. Begitu juga dengan unit tentara udaranya di Polonia Medan yang juga tak luput dari bombardir pesawat-pesawat sekutu. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Letnan Khasmir untuk membentuk Bala Tentara Udara Republik di Polonia. Bala Tentara Udara ini bertugas untuk merampas senjata-senjata dan suku cadang pesawat milik Jepang yang tersimpan di gudang-gudang Poloniauntuk dimanfaatkan TKR udara. Selanjutnya Khasmir membentuk TKR Udara Berastagi. Sementara di bekas lapangan udara milik Jepang di desa Padang Cermin Kabupaten Langkat 40 km dari Medan telah pula terbentuk TKR Udara Padang Cermin dibawah pimpinan Kapten Abdul Karim Saleh, yang kemudian lapangan terbang ini sempat menjadi pusat AURI di Sumatera Timur  pada tahun 1946 diawal terbentuknya Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI).

Penyerahan Belanda Kepada Republik
Seperti semua Pangkalan Udara lain pada saat setelah Belanda takluk kepada pemerintah Republik Indonesia belum sepenuhnya mereka serahkan kepada Tentara Republik, demikian juga dengan Pangkalan Udara Polonia Medan. Baru pada tanggal 18 April 1950 “Militaire Luuchtvaart” Kerajaan Belanda dengan diwakili tiga perwiranya, dua diantaranya adalah Kapten Benjamin dan Kapten Sthud menyerahkan kepada pemerintah RI yang diwakili oleh Kapten Udara Mulyono sebagai Komandan Lanud Medan yang pertama. Penyerahan dilaksanakan dengan upacara militer yang dihadiri oleh seluruh anggota AURI yang ada di Sumatera Utara dan Aceh bertempat di depan Markas Lanud Medan.

Setelah serahterima Lanud Medan dari Kerajaan Belanda ke Angkatan Udara Republik Indonesia maka dimulailah pengoperasian Lanud Medan yaitu dengan datangnya deploy pesawat-pesawat AURI seperti Mustang, Harvard dan lain-lain. Komandan Lanud Medan Kapten Udara Mulyono sendiri ikut menerbangkan pesawat-pesawat Mustang yang standby du Lanud Medan.

Tidak berapa lama kemudian pada tahun 1951 untuk melengkapi struktur organisasi Pangkalan Udara Medan, sekaligus antisipasi kemungkinan ancaman terhadap Pangkalan maka dibentuklah Batalyon PGT pertama di Medan yaitu Batalyon Tempur C PGT Medan, dan yang menjabat sebagai Komandan Batalyon adalah LU I Yatiman.

Pemberontakan PRRI Nainggolan
Masa pemberontakan PRRI di Sumatera khususnya di kota Medan pada tahun 1957 juga tidak terlepas dari perjalanan sejarah keberadaan Lanud Medan, hal itu terbukti dengan dijadikannya Lanud Medan sebagai sasaran tembakan senjata lengkung pemberontak. Tidak kurang tiga lubang bekas jatuhnya peluru hampir melubangi landasan dan satunya jatuh di sebelah kanan pegawai sipil persenjataan atau lebih kurang sepuluh meter dari gudang senjata namun peluru tidak meledak. Untungnya lagi saat sebelum terjadinya serangan, para penerbang telah terlebih dahulu menerbangkan pesawat-pesawatnya meninggalkan Medan.

Serangan yang dilakukan pemberontak hanya dengan penembakan senjata lengkung tanpa ada upaya dari mereka untuk mencoba masuk ke areal Lanud, hal ini dikarenakan sebelumnya pemberontak sudah mengetahui bahwa areal Lanud dijaga oleh Pasukan Pertahanan Pangkalan yang sangat militan dan akan sulit menembusnya. “Silakan pemberontak masuk pangkalan...!!! akan saya habisi mereka.” Demikian teriakan yang dilontarkan oleh Letnan Harizt perwira Belanda yang tidak mau kembali ke tanah airnya dan lebih memilih bergabung dengan AURI sebagai Pasukan Pertahanan Pangkalan, sekarang jejaknya diteruskan oleh putrinya Hendrica menjadi penerbang TNI AU. Teriakan itu dilakukan sambil menenteng 12,7 ditangannya (dituturkan kembali oleh Bapak Rajha Gobhal mantan pegawai Miltaere Luchtvaart-Angkatan Udara Belanda)

Sehari setelah terjadinya serangan pemberontak ke Lanud Medan keesokan paginya dilaksanakan serangan balasan oleh AURI dengan membombardir tempat pengunduran pasukan pemberontak di jalan Binjai Stasion pemancar RRI dengan tiga pesawat Mustang yang salah satu penerbangnya adalah Letnan Udara II Suwondo. Pasukan pemberontak dibawah pimpinan Letkol Nainggolan akhirnya lari menuju daerah Tapanuli bergabung dengan pemberontak lainnya di Sumatera Barat dibawah pimpinan Ahmad Husein. Siangnya, Suwondo pada periode kedua terbang melakukan pengejaran. Namun naas karena terbang terlalu rendah pesawatnya tertembak oleh anak buah Nainggolan di desa Tangga Batu Tapanuli, Suwondo gugur. Sebelum jenazah dijemput oleh anggota AURI dari Lanud Medan, anak buah Nainggolan menyempatkan melakukan penghormatan militer kepada Almarhum Suwondo. (diceritakan kembali oleh Bapak Amat Tasri personel Lanud Medan yang ikut menjemput jenazah dan reruntuhan pesawat dari lokasi jatuhnya pesawat).

Untuk mengenang jasa Almarhum Letnan Udara II Suwondo namanya diabadikan menjadi nama komplek perumahan TNI Angkatan Udara Suwondo yang ada di Polonia Medan.

Pasca Likuidasi Organisasi
Setelah likuidasi organisasi, Pangkalan TNI Angkatan Udara Medan dijadikan Pangkalan Operasi dibawah jajaran Komando Operasi TNI Angkatan Udara I yang berkedudukan di Jakarta. Pada era ini Lanud Medan telah dijadikan sebagai Pangkalan tempat pelaksanaan latihan bersama dengan negara-negara tetangga sewawasan, dan pada era ini juga Pangkalan TNI Angkatan Udara Medan diresmikan oleh Menhankam Pangab yang saat itu dijabat oleh Jenderal TNI M. Yusuf sebagai tempat dislokasi satuan tempur udara pesawat “A-4 Skyhawk”.

Berlanjut terus sampai kemudian kedatangan pesawat-pesawat tempur baru menyusun kekuatan baru dijajaran Koopsau I. Sejak ditempatkannya pesawat Hawk di Skadron udara 12 Lanud Pekanbaru dan Skadron Udara 1 Lanud Supadio Pontianak, Lanud Medan tidak lagi dijadikan Pangkalan Udara tempat pelaksanaan Latihan Bersama.

1 komentar:

Musa mengatakan...

Heran kenapa tidak memakai nama-nama tokoh setempat?? Suatu saat dan pasti negara ini akan terpecah belah.

Posting Komentar

BLOG TERKAIT

 
Design by Franzire | Bloggerized by Pentak Lanud Medan | coupon codes